Jepang Mengalami Inflasi, Daya Beli Barang Tipis

Jepang Mengalami Inflasi, Daya Beli Barang Tipis

Inflasi negara Jepang naik cukup tipis ke wilayah positif untuk pertama kalinya dalam 14 bulan terakhir karena kenaikan biaya komoditas yang mendorong harga bensin yang lebih tinggi.

Harga konsumen tidak termasuk makanan segar naik 0,1% dibandingkan tahun sebelumnya, terangkat lonjakan harga gas 20%, demikian data Kementerian di Dalam Negeri Jepang.

Para ekonom Jepang telah memperkirakan harga-harga akan flat atau rata secara keseluruhan. Sementara kenaikan inflasi terkecil sekalipun kemungkinan akan dilihat secara positif oleh Bank of Japan, namun momentum harga masih jauh lebih lemah daripada di negara AS dan negara-negara lain di mana bank sentral mulai memproyeksikan kemungkinan kenaikan suku bunganya.

“Di masa lalu, ketika inflasi dikatakan 2% di negara lain, tekanan deflasi tetap ada di Jepang dan tren itu mungkin akan berlanjut,” kata seorang ekonom Minami Takeshi dari Norinchukin Research Institute.

“Konsumen Jepang mulai berhenti membeli ketika harga naik.” Pelemahan harga Jepang telah diperburuk oleh beberapa faktor khusus, termasuk pemotongan biaya ponsel yang dianjurkan oleh Perdana Menteri Suga Yoshihide. Angka ini belum termasuk efek dari rencana telepon seluler yang lebih murah. Jika hal itu terjadi, indeks harga konsumen mungkin akan naik 0,5%-0,6%, kata Minami.

Seorang ekonom Bloomberg Yuki Masujima memperkirakan inflasi inti akan kembali pada level 0% secara tahunan pada Juni. “Dengan asumsi keadaan darurat berakhir 20 Juni, sesuai jadwal. Di luar itu, kenaikan permintaan dan harga energi yang tinggi akan mengerek inflasi inti menjadi 0,3% pada kuartal ke-3,” ujarnya.

Olimpiade Tokyo 2020

Olimpiade Tokyo 2020 yang sedianya akan dilaksanakan pada tahun 2020 harus ditunda dan baru dilaksanakan setahun kemudian. Meskipun begitu, pelaksanaan pesta olahraga dunia tetap terselenggara dengan baik.

Perhelatan olahraga tahunan tersebut sebenarnya diharapkan akan mendapatkan pundi pundi uang dari wisata Jepang, namun karena adanya pandemik corona, beberapa tempat wisata terpaksa harus menyesuaikan karena banyak turis yang tidak hadir ke Jepang karena tingginya corona dibeberapa negara atau memang aturan yang cukup ketat terkait corona.

Semoga corona bisa berlalu dan bumi kembali membaik agar ekonomi di negara manapun bisa semakin bagus.

Pekerja Indonesia tetap banyak yang ingin kerja di Jepang

Meskipun saat ini Jepang inflasi, masih banyak orang Indonesia yang tertarik untuk belajar atau bekerja di Indonesia. Alasannya tentu saja karena ketika bekerja di Jepang, gaji yang ditawarkan jauh lebih besar dibandingkan saat bekerja di Indonesia.

Saat ini, ketika kamu bekerja di jepang, gaji perbulannya sekitar 15 juta rupiah, itupun terkadang belum dengan lemburnya. Jika ditotalkan, terkadang orang Indonesia yang bekerja di jepang mendapatkan gaji sekitar 20 juta rupiah.

Karena gaji jepang masih cukup tinggi, banyak sekali orang indonesia yangin kembali bekerja di jepang. Entah dengan jalan belajar atau sekolah di jepang, melalui tokutei gino, atau bahkan mengikuti pasangan yang sudah ada di jepang dan ikut menimba pundi pundi emas negeri matahari terbit tersebut.

Hal ini tentu saja lebih besar daripada gaji taiwan yang hanya sekitar 8 juta perbulannya. meskipun gaji di taiwan tidak begitu besar, masih banyak tenaga kerja Indonesia yang mau bekerja di sana. Saat ini taiwan hanya mengizinkan atau merekrut tenaga kerja Indonesia untuk menjaga lansia di rumahnya, bukan untuk menjadi seorang pembantu rumah tangga biasa.

Saat ini karena masih ramainya kasus corona membuat pemerintah jepang menutup aksesnya. Namun tidak mungkin beberapa bulan kemudian akan dibuka karena semakin banyak orang Indonesia yang telah divaksin.